Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Selasa, 21 Agustus 2012

Pemuda Riwayatmu Kini

Ketika membaca judul tulisan di atas mungkin ingatan kita akan diingatkan kembali akan penggalan lirik salah satu tembang legendaris yang berjudul Bengawan Solo karya mendiang Gesang. Lagu tersebut tidak hanya tenar di Negara kita saja, tetapi telah sampai terdengar ke beberapa Negara tetangga. Thema yang disampaikan dalam lagu ini cukup sederhana dimana lagu ini berceritakan tentang satu danau yang terletak di daerah Solo yang konon katanya memiliki nilai bersejarah, namun pada saat ini terancam pada jurang kepunahan dan hanya tinggal kenangan saja akibat ketidakpedulian sekelumit manusia. Nah, melalui kacamata thema lagu tersebut saya akan mencoba mengarahkan pembaca khususnya setiap warga jemaat GKPA untuk melihat realitas keberadaan dan tanggungjawab Pemuda terhadap gereja saat ini. Dan inilah yang menjadi dasar saya mengusung judul “Pemuda Riwayatmu Kini” dalam artikel ini.
Dimasa sekarang ini kerap terjadi ambivalensi di tubuh pemuda dalam memahami istilah pemuda sebagai “bunga-bunga ni parlagutan”. Sebahagian besar memahami bahwa konsep tersebut merupakan pernyataan bahwa peran dan fungsi pemuda hanya sebagai objek untuk memperindah suasana gereja ibarat taman yang menjadi karena dihiasi oleh bunga yang bermekaran. Pemahaman tersebut pada akhirnya berbias pada satu kebiasaan pemuda yang menganggap dirinya hanya sebagai pelengkap penderita atau bahkan ‘penyemak’ dalam setiap kegiatan/ program yang ditawarkan oleh gereja. Dan lebih anehnya lagi pola pikir seperti ini tanpa sadar didukung pula oleh kebiasaan gereja yang selalu memberi ‘ikan’ kepada pemudanya tanpa mengajarkan mereka bagaimana cara memancing dan menjaga agar tetap ada ikan dalam air tersebut. Atau dalam versi Alkitabiah dapat kita sejajarkan dengan istilah menjadikan pemuda gereja hanya sebagai orang kristen yang “minum susu” tanpa mengajarkan mereka untuk “makan nasi” sesuai dengan kadar usia mereka. Tak anyal lagi hal ini akan berdampak pada lahirnya pemuda-pemuda yang tidak proaktif dan kontributif terhadap gereja akibat ‘zat adiktif’ yang ditularkan oleh kebiasaan dan pola pikir yang salah tersebut. Sekarang marilah kita coba cek dan ricek kegiatan/program di gereja kita masing-masing yang berkaitan dengan pemuda, bukankah semua kegiatan diisi dengan daftar lagu yang harus dinyayikan oleh pemuda setiap minggunya? Bukankah dalam pertemuan pemuda hanya diisi ‘kongkow-kongkow bareng’ tentang bagaimana cara merayakan Paskah atau Natal tahun ini? Bukankah setiap uang ‘lebih’ yang dimiliki oleh pemuda akan berakhir dengan program ‘plesiran’ kedaerah-daerah tertentu? Ironis tapi nyata, mungkin menjadi istilah yang cukup tepat untuk menggambarkan situasi tersebut. Ironis karena situsi seperti ini hanya akan membuat pemuda itu menjadi orang yang tidak bertumbuh dewasa sesuai dengan usianya, namun nyata karena seolah-olah situasi seperti ini justru dipertahankan oleh gereja sampai pada saat ini. Idealnya gereja merupakan sarana pusat pembinaan karakter atau jati diri secara nonformal bagi pemuda sehingga pada akhirnya mereka dapat mengaktualisasikan diri mereka secara nyata kepada masyarakat, gereja atau bahkan intrauniversiter dalam rangka menghadirkan Syalom Allah ditengah-tengah dunia ini. Sebagai regenerasi seharusnyalah ia dikader sejak dini untuk menjadi pemimpin dimasa depan (the Coming Leader) dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpikir, berbicara, mengambil suatu keputusan atau bahkan memberikan kebebasan kepada pemuda untuk mengembangkan kreatifitasnya melalui program yang secara sadar dapat dipertanggungjawabkan. Namun secara real atau kenyataannya yang terjadi adalah proses sebaliknya dimana dibeberapa gereja terjadi proses pembunuhan karakter atau bahkan yang lebih parahnya mengarah kepada proses pembodohan terhadap pemuda gerejanya. Ibarat bunga yang tepat berbunga pada waktunya, demikianlah seharusnya keberadaan pemuda gereja. Satu hal yang perlu kita sadari bahwa sesungguhnya setiap orang hanya memiliki satu kesempatan dalam hidupnya untuk menjalani masa muda dan sudah selayaknya ketika ia berada pada kesempatan itu ia memberi warna dalam kehidupan gereja melalui sikap peduli mereka yang mau memikirkan masa depan gerejanya. Bukan hanya menjadi pemain yang menunggu bola tetapi mampu menjadi pemain yang menjemput bola. Bulan Oktober kerap diidentikkan dengan bulan pemuda mengingat dalam bulan ini akan diperingati hari sumpah Pemuda. Suatu hari dimana seluruh pemuda dari latar belakang suku yang berbeda, bahasa yang berbeda dan pola pikir berbeda namun menyatakan komitmennya untuk bersatu dalam bahasa, bangsa dan tanah air dibawah bendera Indonesia. Komitmen ini muncul bukan hanya sebagai spontanitas atau kelatahan semata, namun ia terpatri karena berangkat dari satu rasa yang sama, yakni ketika mereka merasa terjajah dan menderita yang berubah menjadi kekuatan untuk bangkit bersama dan membangun bangsa Indonesia. Dan semangat seperti inilah yang terus digalakkan oleh tokoh perjuangan Indonesia Ir. Soekarno ketika ia berkata “berikanlah kepadaku sepuluh orang pemuda untuk membangun bangsa ini”. Ya tentu saja yang dimaksudkan beliau adalah sepuluh orang pemuda yang mau berpikir untuk membangun bangsanya, dengan tidak mengutamakan kepentingannya dan sepuluh pemuda yang mau berbuat untuk bangsanya tanpa digerogoti rasa takut akan kehilangan dan kekurangan. Semangat itu tidak hanya sekedar komitmen dalam goresan kata-kata indah, tetapi menjadi doa yang memampukan mereka berjuang dan berpikir untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Tanpa terasa Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA) sudah memasuki usia 37 tahun saat ini, suatu usia yang akan memasuki usia dewasa dalam ukuran manusia. Dan berketapan pada bulan oktober akan menyambut pesta olop-olopnya. Sejenak mari kita coba kilas balik akan proses berdirinya GKPA dimasa lalu. Kita tentu masih ingat bahwa semangat berdirinya GKPA dahulunya diawali oleh pemahaman akan satu rasa yang sama, yakni satu kebudayaan yang sama, satu semangat pemberitaan Injil dan satu cita-cita kemandirian yang dahulu selalu didengungkan oleh para Missionaris. Inilah yang menjadi modal awal para tokoh pendiri GKPA untuk membangun Kerajaan Allah dalam road map GKPA hingga hari ini. Dan perlu kita ingat bahwa proses tersebut tidak terlepas dari peran serta pemudanya yang ikut aktif berperan dan memberikan kontribusinya masing-masing. Mari kita coba lihat daftar nama-nama yang ikut terlibat dalam Badan Persiapan Panjaeon BPP HKBPA (yang merupakan cikal bakan GKPA) bukankah mereka diisi oleh orang-orang yang masih tergolong muda? Bukan hanya sekedar itu saja masih banyak lagi peran-peran yang dilakoni oleh para pemuda untuk mencapai tujuan tersebut, termasuk ketika mereka berperan dibalik layar. Sebagai seorang pemuda yang terbatas dan masih berdiri dalam kekurangmapanan, saya tidak bisa memberikan hadiah yang berharga (dalam takaran materi) untuk merayakan pesta olop-olop GKPA tahun ini, namun melalui media Sioban Barita GKPA ini saya titipkan satu semangat dalam merayakan pesta olop-olop tahun ini melalui tantangan kepada setiap pemuda yang menyatakan dirinya sebagai pemuda GKPA untuk berefleksi sekaligus menjawab pertanyaan ini, sudahkah kita menjadi salah seorang pemuda dari sepuluh pemuda yang terpilih untuk membangun gereja kita ini. Sudahkah kita menjadi orang yang mampu memikirkan masa depan gerejanya? Aku berpikir, maka aku ada (cogito ergo sum), demikian filosofi yang disampaikan oleh Rene des Cartes. Sudahkah kita ber’ada’ di gereja? Jikalaulah kita sudah berada di gereja sudah barang tentu kita akan memikirkannya, karena Gereja bukan hanya milik pendeta, sintua ata orang tua, namun gereja itu milik kita. Gereja bukanlah gedungnya, tetapi gereja adalah orangnya (baca : pemudanya). Mari kita sebagai pemuda sejenak lupakan beragam pertanyaan yang mungkin tak kunjung terjawab hingga hari ini dan mari kita coba ubah mindset kita tentang arti pelayanan yang sesungguhnya. Mari kita coba evaluasi diri kita pribadi lepas pribadi apakah yang sudah kita berikan pada gereja kita. Bukankah hal seperti itu yang pernah Yesus nasehatkan kepada murid-muridNya dengan berkata “Siapa saja yang ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan siapa saja yang ingin menjadi yang pertama di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (bnd Mrk 10:43-45 terj. BIMK)."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar