Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Senin, 26 Oktober 2009

Lakukanlah Sesuai Kapasitasmu


Roma 12 :1-3

Karena itu, saudara – saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah : itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu : Janganlah kamu memikirkan hal – hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing – masing”.

Beberapa bulan belakangan ini Indonesia dikejutkan dengan adanya isu Kiamat Tahun 2012. Fenomena ini didukung pula oleh diterbitkannya beberapa buku yang ditulis para ahli yang coba mengulas dan menganalisa tentang hal tersebut. Dan yang lebih uniknya lagi buku – buku tersebut sudah mencapai predikat ‘best seller’ melihat besarnya animo dan begitu laris manisnya buku tersebut dikalangan masyarakat bak pisang goreng yang selalu dicari dan digandrungi. Hampir dapat dipastikan, bahwa masyarakat melakukan hal tersebut dengan tujuan untuk mempersiapkan diri mereka dalam menyambut hari kiamat tersebut, terlepas atas dasar apakah mereka mempersiapkannya.

Pada dasarnya adalah hal yang benar dan cukup baiklah kita jika sudah mempersiapkan diri kita sedini mungkin untuk menyambut datangnya kiamat/ hari penghakiman tersebut. Namun yang menjadi pertanyaanya adalah dengan cara seperti apakah kita akan menyambut dan menghadapi hal tersebut? Apakah dengan cara menentukan penanggalannya? Apakah dengan menentukan dimana hal itu akan terjadi? Ataukah dengan melihat gejala – gejala alam yang telah terjadi sebelumnya dan menyelaraskannya dengan apa yang telah dinubuatkan dalam Kitab Suci.

Sebagai besar manusia di dunia ini menganggap bahwa Kiamat itu merupakan hal yang menakutkan dan akhir dari segala sesuatunya. Oleh karena Kiamat adalah hal yang menakutkan, maka dengan cara yang beragam setiap orang berusaha untuk mencari solusi untuk menghilangkan ketakutan itu. Salah satu caranya adalah dengan menetapkan penanggalan Kiamat itu sendiri melalui berbagai perhitungan angka – angka yang terdapat dalam Kitab Suci atau dengan melihat gejala – gejala alam yang terjadi. Selain itu ada pula dengan cara mengklaim diri sendiri sebagai utusan Tuhan yang telah diberi ilham untuk menetapkan kapan Kiamat itu terjadi dan harus mengajarkannya kepada setiap orang dengan meyakini bahwa merekalah anak – anak terpilih itu. Semua hal tersebut dilakukan oleh setiap orang dengan tujuan agar dapat membuat Kiamat itu sebagai sesuatu yang pasti untuk dilakukan. Nah, ketika Kiamat itu sudah menjadi hal yang pasti, maka manusia itu akan lebih merasa bebas dalam menjalani hidup ini. Mereka sudah dapat menentukan kapan harus berbuat baik dan kapan harus berbuat hal – hal yang berdosa, mereka juga sudah dapat menentukan kapan harus mengumpulkan kebaikan dan kapan harus mengumpulkan dosa dan yang lebih ironisnya mereka juga mampu menentukan kapan harus mendekat kepada Tuhan dan kapan harus menjauh.

Dalam pemberitaan nats di atas dikatakan, Janganlah kamu memikirkan hal – hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan. Jikalau kita membaca teks ini secara mendalam, maka kita akan melihat suatu patron yang jelas bahwa berbicara tentang kapan, dimana dan siapa saja yang ikut ambil bagian dalam Hari Kiamat tersebut adalah kapasitas Tuhan yang notabene sang Mahatahu, bukan kapasitas seorang manusia kendatipun ia menyatakan dirinya seorang ahli. Hal tersebut dipertegas dengan pernyataan, hendaklah kamu berpikir begitu rupa, yang mengindikasikan kepada kita bagaimana kita harus menyadari keberadaan kita sebagai seorang manusia yang diciptakan kurang sempurna dan sangat besar peluang untuk melakukan sebuah kesalahan dan dosa. Atau dengan kata lain dikatakan, karena rupa kita adalah seorang manusia, maka selayaknyalah kita berpikir dan berbuat sebagaimana mestinya seorang manusia.

Seharusnya kita tidak menyibukkan diri dengan menjawab pertanyaan – pertanyaan, apakah ada hari Kiamat itu, bilakah hari Kiamat itu datang atau dimanakah nanti hari Kiamat. Namun hal terpenting yang seharusnya kita lakukan adalah berubah oleh pembaharuan budi kita, yakni dengan mengubah paradigma kita kearah bagaimana memperlakukan Kiamat itu secara manusiawi. Kenyataan membuktikan bahwa kiamat sekarang sudah dijadikan sebagai tolak ukur dalam puncak hidup oleh manusia. Orang beranggapan bahwa ketika Kiamat sudah dekat maka ia akan mengumpulkan segala kebaikan agar nantinya dapat diterima ditempat yang layak. Orang yang tadinya selama hidup tidak pernah memerhatikan sesamanya, namun ketika ia sudah tahu kapan Kiamat itu akan terjadi, maka ia akan berubah 180 derajat dari kebiasaan hidup dan lebih memerhatikan sesamanya. Atau orang yang tadinya begitu pesimis dalam memandang hidup akan berubah 100 persen, ketika ia sudah tahu kapan Kiamat itu terjadi. Kebanyakan orang berpikir bahwa ketika semuanya akan berakhir, maka ia akan mencoba untuk lebih menikmati hidup dan mencoba untuk memperbaiki semua kesahannya sebelum semuanya terlambat dan pada akhirnya ia tidak mendapat tempat yang layak dalam kehidupan kekal nantinya. Adalah suatu hal yang baik serta terpuji ketika kita bisa melakukan yang terbaik dan bisa lebih peduli terhadap sesama, namun yang menjadi pertanyaannya apakah kita melakukan sema hal itu dengan niat yang tulus atau dengan embel – embel menjelang Kiamat saja kita melakukannya.

Melalui penerangan Firman Tuhan pada saat ini kita diajak untuk mampersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah. Apakah yang berkenan kepada Allah tersebut? Tidak lain, tidak bukan dengan mengubah pandangan hidup kita yang menganggap bahwa Kiamat adalah tujuan hidup dan akhir dari segalanya. Seharusnya kita memandang Kiamat itu sebagai sumber motivasi bagi diri sendiri untuk dapat berbuat lebih baik lagi bagi Tuhan, sesama serta lingkungan hidup. Kiranya Kiamat dapat kita jadikan sebagai bahan evaluasi dalam serangkaian hidup kita untuk semakin disempurnakan lagi menjadi saluran berkat dan menjadi kitab terbukanya Tuhan yang siap dibaca oleh setiap orang dalam keseharian hidup kita. Dengan cara tersebutlah kita akan memahami Kiamat itu sebagai bagian hidup yang telah, sedang dan akan terjadi secara nyata dalam hidup kita, sehingga pada akhirnya kehidupan kita akan semakin terbangun kearah yang lebih positif dan lebih baik lagi. Marilah kita beribadah dengan menanamkan hal – hal yang positif bagi sesama kita bukan dengan embel – embel akan Kiamat, namun dengan memaknai bahwa hidup kita tercipta untuk hal tersebut dan itu adalah kewajiban kita sejak kita sudah menerima berkat kasih karunia itu dari Tuhan.

Be Blessed And Keep Spirit

Kamis, 22 Oktober 2009

Proklamasi Sabda Bahagia


“Ayo, berjalanlah kamu yang terhina!
Ya, kamulah yang empunya kerajaan Elohim!
Ayo berjalanlah, hai kaum lapar masa kini!
Ya, kamu yang akan dikenyangkan!
Ayo, berjalanlah, hai kamu yang sekarang ini menangis!
Ya, kamu akan tertawa.
Ayo, berjalanlah jika orang membencimu,
Mengucilkan, mencapmu dengan besi panas dan membuangmu seakan – akan penjahat oleh karena anak manusia!
Bersoraklah hari itu, menarilah dengan gembira!
Lihat, upahmu besar di surga!
Ya, leluhur mereka sudah berbuat demikian terhadap para nabi.
Tetapi celakalah hai kamu yang kaya!
Ya, kamu sudah mengambil hiburanmu!
Celakalah hai kamu yang sekarang kenyang!
Ya, kamu akan lapar setengah mati!
Celakalah, hai kamu yang sekarang tertawa!
Ya, kamu akan dibenamkan dalam duka dan menangis!
Celakalah, hai kamu yang disanjung – sanjung orang!
Ya, begitulah para leluhurmu berbuat dengan para nabi paslu!
Tetapi, hai kamu yang mendengarku, aku bersabda :
Kasihilah musuhmu,
Berbuat baik terhadap orang yang membencimu!
Berkatilah mereka yang mengumpatmu, doakanlah para pemfitnahmu!”